Monday, October 10, 2016

Memupuk Nasionalisme Melalui Geografi

Sebagai negara kepulauan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan wilayah teritorial terbesar di dunia. Sebanyak 13.466 pulau yang tersebar dari sebelah barat hingga timur dengan ribuan dialek bahasa lokal menunjukkan keragaman budaya yang kaya dan mengharuskan kita untuk melestarikannya. Bentuk kecintaan terhadap bangsa harus diwujudkan dalam bentuk nyata tidak hanya sebatas slogan dan simbol semata. Berbagai konflik di tengah masyarakat yang muncul karena perbedaan sebenarnya dapat disatukan atas dasar rasa nasionalisme dan kebersamaan sebagai masyarakat sebangsa setanah air. Memupuk nasionalisme tentunya harus dilakukan secara konsisten sejak dini termasuk dalam bidang pendidikan.

Pendidikan geografi yang dimasukkan kedalam kurikulum nasional hakikatnya tidak hanya sekedar berfungsi untuk memberikan pemahaman mengenai fenomena geosfer yang terjadi di permukaan bumi, namun juga memberikan pemahaman mengenai kekayaan alam, budaya dan memupuk kecintaan terhadap bangsa dan negara. Peta sebagai media dalam pembelajaran geografi tampaknya perlu ditingkatkan pemanfaatannya oleh pendidik, guru, mahasiswa, ataupun masyarakat belajar. Dalam sebuah pernyataan Prof Suratman menegaskan bahwa saati ini jarang ditemui peta baik di sekolah maupun institusi pemerintahan sehingga sangat perlu membangun semangat nasionalisme melalui optimalisasi fungsi peta.

Merujuk pada kurikulum nasional, Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan telah mendesain nilai karakter budaya bangsa termasuk nasionalisme pada setiap mata pelajaran dan pada setiap jenjang pendidikan. Prof. Enok Maryani menyatakan bahwa pengenalan berbagai informasi mengenai tempat tinggal umat manusia baik secara global ataupun nasional dapat diperoleh dalam geografi. Disaat yang bersamaan memupuk rasa cinta tanah air, persatuan dan kesatuan akan secara alami terjadi apabila seorang siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai potensi dan permasalahan bangsa.

Disintegrasi atau pemisahan diri suatu kelompok masyarakat atau wilayah, seringkali dilatarbelakangi oleh permasalahan yang tidak tunggal. Berbagai rasa ketidakpuasan, ketidakadilan yang dirasakan, kecemburuan sosial, tidak meratanya pembangunan, miskomunikasi, peperangan dsb menjadi pemicu perpecahan. Disintegrasi bangsa sendiri dapat terjadi karena adanya konflik vertikal dan horisontal serta konflik komunal sebagai akibat tuntutan demokrasi yang melampaui batas, sikap primordialisme bernuansa SARA, konflik antar elit politik, dan lambatnya pemulihan sektor ekonomi, lemahnya penegakan hukum dan HAM serta kesiapan pelaksanaan OTDA (Tri Poetranto, 2002).

Permasalahan Klasik Pendidikan Geografi
Dalam banyak penelitian pendidikan disampaikan bahwa saat ini ilmu geografi seringkali dianggap tidak menarik dipelajari. Beberapa faktor yang melatarbelakangi diantaranya (1) pelajaran geografi seringkali terjebak pada aspek kognitif tingkat rendah yaitu menghafal nama-nama tempat, sungai dan gunung, atau sejumlah fakta lainnya; (2) Ilmu geografi seringkali dikaitkan ilmu yang hanya pembuatan peta; (3) Geografi hanya menggambarkan tentang perjalanan- perjalanan manusia di permukaan bumi; (4) proses pembelajaran ilmu geografi cenderung bersifat verbal; kurang melibatkan fakta-fakta aktual, tidak menggunakan media kongkrit dan teknologi mutakhir; (5) kurang aplikabel dalam memecahkan masalah-masalah yang berkembang saat ini (Maryani dalam Ali, 2006). Ketidakbermaknaan pendidikan geografi yang dalam prakteknya berorientasi pada pemahaman bersifat kognitif dilatar belakangi oleh (1) tidak pahamnya tujuan dan hakikat pembelajaran geografi, (2) keterbatasan mengaplikasikan media pendidikan yang relevan termasuk internet dan SIG; (3) kualitas pembelajaran yang rendah akibat dari rendahnya kualitas guru seperti kurangnya kreativtas, wawasan keilmuan rendah, kurang peka terhadap masalah lingkungan, keterbatasan mengakses media informasi, tidak relevannya antara mata ajar dan keahlian guru, terlalu berorientasi pada pencapaian materi dan sebagainya; (4) tidak berorientasi pada pemecaham masalah actual yang terjadi di lingkungan.

Fungsi peta dalam geografi ini sejatinya merupakan alat untuk menurunkan geography illiteracy pada generasi muda khususnya siswa usia sekolah. Permasalahan yang terkait dengan fenomena sosial termasuk ketimpangan sosial, kemiskinan, migrasi yang tidak terkendali serta perkembangan politik negara-negara di suatu kawasan dapat dipandang sebagai obyek kajian geografi. Peran geografi dalam memahami permasalahan dalam negeri dan cara pandang dalam melihat peristiwa di mancanegara akan terbangun dengan pemahaman geografi yang tidak hanya berfokus pada aspek fisik seperti tanah, air dan udara. Geografi menawarkan pemahaman fungsi dan peran sebagai bangsa dalam tatanan kehidupan dunia.

Pemahaman mendasar ini tentu perlu dipahami oleh para pendidik, dan pemerintah dalam penyusunan kurikulum. Materi geografi yang bersifat deskriptif tersebut tentu harus disampaikan dengan cara yang baik agar tidak hanya membangun pengetahuan dan pemahaman kognitif, namun lambat laun membangun sikap dan karakter siswa untuk lebih terbuka, memahami perbedaan, dan dapat mengambil keputusan terhadap suatu kejadian yang terkait dengan bangsa dan negaranya.

Nasionalisme dan Peta
Indonesia sebagai negara yang kaya dengan potensi memerlukan pemahaman yang tepat dalam hal konsep pengembangannya. Sektor maritim yang harusnya menjadi bagian terbesar dalam pengembangan ekonomi, tentu harus diiringi dengan usaha-usaha nyata pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir yang cenderung termarginalkan dari segi kebijakan. Pemahaman mengenai batas negara yang perlu dicermati oleh seluruh elemen bangsa juga didukung dengan pemetaan batas administratif yang saat ini baru dimulai penataannya.

Peta akan menjadi senjata utama khususnya sebagai media pendidikan dalam mewujudkan generasi yan terdidik dengan semangat nasionalisme tinggi. Peta akan memberikan pemahaman integratif mengenai teritorial NKRI dan dapat mengenalkan lokasi pulau, distribusi penduduk, serta potensi sumberdaya Indonesia. Kecintaan akan tanah air tentu akan terbangun secara mendalam pada diri generasi muda yang telah mengenal wilayah negaranya dan segala hal didalamnya. Peta tidak hanya akan sekedar menjadi hiasan ataupun pajangan ketika digunakan dengan dilandasi nilai-nilai patriotik, dan semangat untuk membangun masa depan bangsa yang lebih baik.

0 comments:

Post a Comment